Menjelang negosiasi nuklir yang akan digelar kembali dengan Amerika Serikat, Iran melakukan kunjungan penting ke Rusia sebagai bagian dari upaya diplomatiknya. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dijadwalkan bertolak ke Moskow untuk membahas perkembangan terbaru terkait perundingan nuklir yang baru saja berlangsung di Oman pada 12 April 2025. Kunjungan ini merupakan langkah strategis Iran untuk berkonsultasi dengan sekutu dekatnya, Rusia, sebelum melanjutkan pembicaraan dengan AS yang dijadwalkan pada 19 April 2025 di Roma, Italia16.
Latar Belakang Negosiasi Nuklir Iran-AS
Perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat kembali mencuat setelah beberapa tahun vakum sejak AS menarik diri dari perjanjian nuklir 2015. Pada 12 April 2025, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi bertemu dengan utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, di Muscat, Oman. Pertemuan ini merupakan dialog tingkat tinggi pertama antara kedua negara sejak perjanjian tersebut runtuh. Kedua pihak menggambarkan pembicaraan tersebut sebagai “konstruktif” dan “positif”, meskipun negosiasi masih berjalan secara tidak langsung dengan mediasi Oman123.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengirim surat kepada pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang berisi peringatan kemungkinan tindakan militer jika Iran tidak bersedia bernegosiasi mengenai program nuklirnya. Trump menegaskan keinginannya agar Iran tidak memiliki senjata nuklir dan mengancam akan mengambil tindakan keras jika kesepakatan tidak tercapai. Namun, ia juga menyatakan harapan agar Iran menjadi negara yang hebat dan bahagia tanpa senjata nuklir3.
Peran Rusia dalam Diplomasi Nuklir Iran
Rusia memainkan peran penting sebagai sekutu strategis Iran dalam isu nuklir ini. Sebelum kunjungan Araghchi ke Moskow, Rusia, China, dan Iran telah mengadakan konsultasi tingkat ahli mengenai program nuklir Iran di Moskow. Rusia menyambut baik perundingan antara Iran dan AS dan mendorong solusi diplomatik, mengingat konfrontasi militer hanya akan mengundang bencana global. Kunjungan Araghchi ke Rusia juga dimaksudkan untuk berkonsultasi dan menguatkan posisi Iran dalam negosiasi yang akan datang16.
Selain itu, Iran juga memperkuat program nuklirnya dengan dukungan Rusia. Menurut laporan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Iran telah memperkaya uranium hingga 60 persen, jauh melampaui batas 3,67 persen yang disepakati dalam perjanjian 2015. Hal ini menunjukkan bahwa Iran terus mengembangkan kemampuan nuklirnya, meskipun menegaskan bahwa program tersebut hanya untuk tujuan damai. Kerjasama dengan Rusia diyakini dapat memperkuat posisi Iran dalam negosiasi dan meningkatkan kapasitas teknis program nuklirnya8.
Persiapan dan Harapan dalam Negosiasi Selanjutnya
Setelah pertemuan di Oman, kedua pihak TRISULA88 ALTERNATIF sepakat untuk melanjutkan pembicaraan pada 19 April 2025. Lokasi pertemuan selanjutnya kemungkinan besar di Roma, Italia, yang juga menunjukkan keterlibatan negara-negara Eropa dalam proses diplomasi ini. Iran menegaskan bahwa negosiasi akan tetap fokus pada program nuklir dan tidak akan membahas isu militer atau kekuatan sekutu Iran di kawasan. Sementara itu, kepala pengawas nuklir PBB, Rafael Grossi, juga dijadwalkan mengunjungi Iran untuk memantau perkembangan program nuklirnya136.
Iran menilai negosiasi langsung dengan AS tidak efektif dan lebih memilih mediasi pihak ketiga seperti Oman. Namun, AS menekankan pentingnya dialog langsung untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Kedua pihak dihadapkan pada tantangan besar karena isu ini sangat rumit dan melibatkan kepentingan strategis yang mendalam. Meski demikian, adanya komunikasi yang konstruktif dan kesepakatan untuk melanjutkan pembicaraan menjadi sinyal positif bagi upaya penyelesaian konflik nuklir ini123.
Implikasi dan Tantangan
Negosiasi nuklir ini memiliki implikasi besar bagi stabilitas regional dan global. Jika gagal, ketegangan antara Iran dan AS bisa meningkat, bahkan berpotensi memicu konflik militer yang lebih luas. Negara-negara Arab di kawasan juga diperkirakan akan terkena dampak negatif dari ketidakpastian ini. Sebaliknya, kesepakatan yang berhasil dapat membuka jalan bagi pencabutan sanksi ekonomi terhadap Iran dan memperbaiki hubungan diplomatik yang selama ini tegang8.
Namun, tantangan utama tetap pada perbedaan pandangan dan kepentingan kedua negara. Iran ingin mempertahankan haknya untuk mengembangkan program nuklir damai, sementara AS dan sekutunya khawatir Iran mengembangkan senjata nuklir. Rusia dan China sebagai sekutu Iran juga memiliki peran penting dalam mempengaruhi dinamika negosiasi ini. Oleh karena itu, diplomasi yang hati-hati dan kompromi menjadi kunci untuk mencapai solusi yang berkelanjutan16.
Kesimpulan
Kunjungan Menteri Luar Negeri Iran ke Rusia menjelang negosiasi nuklir dengan AS merupakan langkah strategis untuk memperkuat posisi Iran dalam pembicaraan yang sangat penting ini. Dengan dukungan Rusia dan konsultasi intensif, Iran berupaya mengamankan kepentingannya sekaligus membuka peluang diplomasi yang konstruktif dengan AS. Perundingan yang akan berlangsung di Roma pada 19 April 2025 menjadi momen krusial yang dapat menentukan arah hubungan kedua negara dan stabilitas kawasan Timur Tengah secara keseluruhan. Upaya diplomasi ini harus terus didukung agar konflik nuklir dapat dihindari dan solusi damai dapat tercapai168.